Dosen Pembimbing
Tengku Fahrul Gafar, S.IP, M.Si
Tengku Fahrul Gafar, S.IP, M.Si
SOSIOLOGI POLITIK
“POTENSI PEMILIH PEMULA”
Di susun
Oleh:
SYUKRI PUTRA
11502045
11502045
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2014
POTENSI
PEMILIH PEMULA
Apa yang dikatakan
Baechler bahwa ‘pilihan politik itu harus bagus dan rasional’ sangat
relevan untuk dipraktekkan bagi pemilih pemula pada pemilihan umum 2014.
Dikatakan relevan, karena kelompok pemilih pemula untuk pertama kalinya
menggunakan hak politiknya dalam pesta demokrasi. Oleh karena itu, sangatlah
diharapkan apabila pilihan politik yang pertama itu digunakan secara cerdas dan
kritis dalam memilih kandidat atau partai politik1.
Semangat kritis para
pemilih pemula dalam menentukan pilihan politiknya pada pemilu 2014 diperlukan
dalam memberikan pelajaran kepada kandidat maupun partai politik, yang selama
ini memiliki kinerja buruk, asyik mementingkan dirinya, tidak pro rakyat. Jiwa
kritis pemilih pemula dalam memilih merupakan modal penting dalam menghukum
para politisi dan partai politik pada pemilu 2014. Hukuman untuk tidak memilih
politisi dan partai politik yang tidak pro rakyat merupakan jawaban atas
kekecewaan para pemilih pemula terhadap kinerja partai, pemimpin dan elit
politik.
Kekecewaan para pemilih
pemula terhadap kinerja politisi dan partai politik tidak hanya di Indonesia
tetapi juga di temukan di amerika serikat dan inggris. Implikasi dari
kekecewaan itu adalah pertama, menurunnya kepercayaan pemilih terhadap
elit politik partai. Kedua, kandidat yang di tawarkan partai politik
tidak sesuai dengan harapan masyarakat pemilih. Tidak hanya itu, sebagian
mahasiswa universitas California pada tahun 1998 menyebutkan hanya 27 persen
yang merasa penting untuk mengikuti masalah-masalah politik. Sementara
mahasiswa di inggris, menyebutkan hanya 60-75 persen ‘tidak tertarik’ atau
‘tidak terlalu tertarik’ dengan kegiatan politik-politik.
Data di atas menunjukan sikap kritis para pemilih pemula
terhadap kinerja politisi dan partai politik. Kinerja yang buruk akan di lawan
dengan sikap kritis oleh kaum muda. Sifat kritis ini perlu di tumbuh-kembangkan
dalam tubuh pemilih pemula. Ujung ahir dari sikap kritis tersebut bermuara pada
pilihan yang cerdas dan berkwalitas pada pemilu 2014.
1.
Pemilih pemula siapa
dia
Secara
politik , pemilih pemula selalu menjadi incaran partai politik dalam
setiap perhelatan akabar lima tahun. Hal ini bias di pahami Karena :
Pemilih muda atau pemilih pemula, merupakan potensi suara yang patut di
pertimbangkan untuk di bidik oleh partai pada pemilu 2014. Kelompok ini belum
mempunyai jangkauan politik yang cukup kuat sehingga membuka peluang yang
sangat besaruntuk di rangkul oleh partai politik manapun3.
Ini
mengisyaratkan betapa pentingnya eksistensi pemilih pemula ini bagai partai
politik. Selain itu, pemilih pemula di gambarkan sebagai pemilih yang belum mengenal
dunia politik. Dengan gambaran itu maka menjadi wajarlah apabila menjadi target
parpol di pemilu 2014.
Pemilih pemula adalah golongan penduduk usia 17 tahun hingga 21 tahun namun
ada definisi yang lain yaitu pemilih pemula adalah mereka yang berstatus
pelajar, mahasiswa, serta pekerja muda. Atau pemilih pemula ini adalah mereka
yang baru akan mempunyai pengalaman pertama kali di dalam mencoblos pada pemilu
2014 4.
Point penting dari
definisi di atas adalah menempatkan pemilih pemula sebagai pelajar, mahasiswa,
serta pekerja muda. Bila di ringkas akan berbunyi :
pemilih pemula adalah mereka yang berstatus sebagai pelajar, mahasiswa atau
pekerja muda yang berumur 17 tahun hingga 21 tahundan belum pernah ikut
mencoblos dalam pemilu.
Pemahaman
ini senada dengan UU NO. 10 tahun 2008 tentang pemilu menyebutkan bahwa warga
Negara yang sudah berumur 17 tahun atau sudah menikah berhak ikut memilih
(pasal 19 ayat 1).
Regulasi
ini memberikan pijakan dan batasan tentang sosok pemilih pemula. Batasan ini
melegalkan pemilih pemilu dalam pemilu. Senapas dengan itu bila di lihat animo
pemilih pemula untuk berpartisipasi dalam pemilu sangat tinggi. Sebagai contoh
dalam jajak pendapat yang di lakukan kompas menyebutkan bentuk partisipasi apa
yang ingin anda lakukan dalam pemilu mendatang? Jawaban atas pertanyaan ini
terangkum pada table 1.
Table 1
Bentuk partisipasi
dalam pemilu mendatang
Kelompok Usia
|
Prosentase
|
Usia 17-21
|
86,4
|
Usia 22-29
|
81,3
|
Usia 30-40
|
81,6
|
Usia 40- Keatas
|
79,3
|
Kompas, 1 Desember 2008
DARI 186.612.255 pemilih yang
telah terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU), 23 juta di antaranya merupakan pemilih
pemula yang berusia antara 17-19 tahun (Antara, 13/3/2014). Sayangnya, jumlah
pemilih pemula yang mencapai 20-30% pada setiap pemilu, termasuk Pemilu 2014
ini, kurang mendapat perhatian khusus untuk mendapatkan sosialisasi pemilu dari
pihak penyelenggara pemilu. Apalagi dengan jadwal kerja penyelenggara pemilu
yang sangat singkat membuat pemilih pemula tidak terjamah dengan baik.
Seharusnya dengan adanya
keterbatasan-keterbatasan baik dari segi tenaga maupun jadwal pihak
penyelenggara pemilu dalam menjalankan tahap-tahap pemilu, penyelenggara bisa
melakukan kerja sama dengan menggaet beberapa lembaga independen dan
profesional di kalangan mahasiswa. Hal ini tentu untuk memudahkan proses
komunikasi dengan para pemilih pemula yang notabene terdiri dari siswa SMA dan
mahasiswa semester awal.
Keterlibatan organisasi
mahasiswa dan pemuda dianggap penting karena memiliki hubungan yang mengakar
dan sangat efektif dalam menyampaikan berbagai informasi kepada berbagai
kalangan pemuda yang ada didaerah masing-masing. Dengan adanya partisipasi
seperti ini sangat membantu kerja penyelenggara pemilu sekaligus menyelamatkan
cara pikir pemuda yang selama ini sudah pesimis dan prakmatis dalam menghadapi
pesta demokrasi yang sebentar lagi berlangsung pada 9 April 2014.
Keberadaan mahasiswa sebagai
agent of change sangat diperlukan untuk mengisi pesta demokrasi secara damai,
tertib, bersih, serta jauh dari interfensi lebih-lebih intimidasi pada pemilu
kali ini. Salah satunya dengan mengambil peran nyata dalam memberikan
pencerdasan politik kepada para pemilih pemula. Keberadaan pemilih pemula harus
menjadi pembeda yang kemudian bisa menjadi pemilih yang rasional, bukan malah
menjadi pemilih yang emosional lebih-lebih transaksional.
2.
Perlu pencerdasan
Dengan
jumlah pemilih pemula yang begitu besar menjadi target dari berbagai partai
politik yang akan bertarung dalam Pemilu 2014. Pemilih pemula akan menjadi
ladang yang akan diperebutkan oleh berbagai partai politik yang ada. Maka perlu
pencerdasan yang lebih mendalam kepada para pemilih pemula ini agar mereka
tidak salah dalam menentukan pilihannya.
Organisasi
mahasiswa yang berada di garda depan dan bertanggung jawab memberikan
pencerdasan dalam menghadapi caleg-caleg yang opportunis agar suara yang mereka
benar-benar berkualitas dan mencegah caleg yang berkemungkinan untuk mekakukan
korupsi.
Kita bisa
melihat pengalaman Pemilu 2009 lalu, dimana jumlah yang berpartisipasi dalam
pemilu sebesar 70,9%, dimana sekitar 20% di antaranya adalah termasuk pemilih
pemula (Survei LSI, Republika, LSI 30/1/2014). Partai yang memenangkan pemilu
pada saat itu ialah partai politik yang mampu menggaet pemilih pemula.
Kebanyakan mereka masih belum memiliki pandangan terhadap politik dan ada juga
yang sudah paham dengan politik.
Pemilih
pemula lebih memilih tokoh-tokoh baru yang berasal dari partai yang baru lahir
dari pada partai yang telah lama lahir. Karena sebagian tokoh baru masih bersih
dari berbagai persoalan yang mencemarkan nama baik partai politik, baik di
tingkat nasional maupun tingkat daerah.
Tokoh yang
berasal dari partai baru dianggap lebih memiliki integritas, dan tingkat
idealisma yang lebih tinggi dibandingkan dengan partai tua. Maaf saja, penulis
tidak bermaksud untuk mengkerdilkan partai yang sudah lama lahir, apa yang
penulis sampaikan hanya untuk mengambarkan analisis penulis tentang pengalaman
pemilu yang lalu tentang ketertarikan pemula dalam melihat partai politik.
Menarik
perhatian para pemilih pemula tentu haru harus terlebih dahulu mengenal
pergaulan serta perkembangan psikologi mereka saat ini. Karena menarik
perhatian pemilih pemula sama halnya memikat pasangan agar nyaman untuk bersama
dalam merajut masa depan. Dimana orang yang masih remaja harus diperhatikan
sinergisitas visi dan misi caleg, serta parpol dalam mengakomodir domain
kebutuhan pemuda agar membuat mereka senang, nyaman serta merasa mamiliki sama
visa dalam mencapai tujuan para pemuda yang menjadi pemilih pemula khususnya.
3.
Bagai “cinta monyet”
Para pemilih
pemula juga cendrung opportunis, dengan kata lain cinta pemilih pemula bagaikan
cinta monyet. Cara mereka memilih cendrung melihat aspek kegantengan, cerdas,
populer, gaul, serta memiliki hobi yang sama dalam aktivitas sehari-hari.
Selain itu,
cara mendekati pemilih pemula juga berbeda dengan para pemilih yang sudah
melewati beberapa pemilihan umum. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan
teknologi dan bergaulan pemuda saat ini. Oleh karena itu, mendekati mereka juga
harus dengan melihat jaringan yang sering mereka gunakan seperti Facebook,
Twitter, Youtube, dan gadged lainnya.
Hal ini
dianggap ampuh dan pernah di praktikkan oleh beberapa tokoh dunia, seperti
Barack Obama saat mencalonkan diri sebagai Presiden Amerika Serikat. Penggunaan
media komunikasi ini pernah juga digunakan saat pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Penggunaan
media yang efektif seperti mengekspose informasi kegiatan partai politik atau
caleg, membuka ruang diskusi di Facebook maupun Twitter yang meminta peran dan
masukan pemuda dalam menanggapi beberapa isu sentral yang sesuai dengan domain
yang diminati oleh pemuda.
Dengan
adanya fasilitas gratis Youtube, para caleg bisa menarik perhatian pemilih
pemula melalui video simulasi yang berdurasi singkat untuk meningkatkan
kesadaran partisipasi pemuda untuk menyukseskan pemilu dengan memilih calon
wakilnya yang cerdas, kritis, gaul serta memiliki latar belakang yang relatif
bersih.
Jika media
ini dimaksimalkan, ditambah lagi dengan turun tangan langsung ke lapangan, maka
penulis yakin, pemilu kali ini mampu menekan angka golput di kalangan pemuda.
Di samping itu, pemilu juga akan lebih berkualitas lagi dengan partisipasi
pemilih yang intelek dan rasional, yang nantinya memberi pengaruh kepada
keluarga dan tetanggga masing-masing.
Semoga saja
pemilu kali ini menjadi ajang untuk bisa saling memercayai dan saling
mencerdasi dengan memberikan peran lebih kepada kaum muda yang merupakan
pelopor dari segala perubahan negeri ini.
0 komentar:
Posting Komentar